Wednesday, February 6, 2019

Melawan Pembodohan Adalah Ibadah #TolakRUUPermusikan

Tugas jurnalisme adalah melawan pembodohan, bukan sebaliknya; melestarikan kebodohan untuk kekuasaan dan kekayaan segelintir makhluk rakus. 


instagram.com/indra.hakim


Sebelum gaduh soal RUU Permusikan yang terjadi sepekan ini, kebetulan saya kedatangan tamu dari Bali, ya siapa lagi kalau bukan 'Si Lebay' JRX. Dari obrolan panjang, terutama soal RUU Absurd ini, ada satu quote yang menarik dari beliau, dan canggihnya sekarang mulai tampak di permukaan:

"RUU ini akan menjadi semacam filter yang membuka topeng siapakah musisi sesungguhnya, dan siapa pebisnis yang kebetulan main musik."

Kini ocehan tersebut terbukti, dan polemik pun semakin meluas, bukan hanya konfrontasi antara musisi melawan RUU yang sangat represif, moralis tai kucing, absurd tanpa batas, tetapi juga pertikaian antar musisi yang tegas menolak dengan yang 'menolak setengah hati'.

Seorang musisi besar nasional sempat berkata kepada teman saya (yang nggak usah disebut namanya). "Dari peristiwa ini jadi ke maping mana yang memang musisi tulen, dengan musisi yang sudah dibungkam kepentingan." 

Ada hal lain yang amat menyedihkan, seorang 'pebisnis musik' lewat insta story-nya berkicau kalau banyak yang bukan 'insan musik' tapi ikut berkoar-koar menolak RUU tanpa tahu substansinya."

Hey Dude, gue mau tanya? Definisi 'insan musik' itu apa sih? Lalu mereka para pendengar, penggemar, penyuka musik itu bukan 'insan musik'???

Coba kita bedah dengan sederhana: 'insan=manusia', musik=bahasa universal. Jadi antum anggap apa para penikmat musik dan pembeli setia produk-produk yang antum jual? konsumen=robot, gitu? Apakah mereka antum anggap bukan manusia yang juga berhak bersuara? 

Mungkin bagi kalian, konsumen cuma sebatas angka statistik sejauh mana laba yang bakal dikeruk untuk periuk dapur Antum! Dasar Mental Saudagar! Musik itu universal bung, bukan sekadar barang dagangan! Musik juga bisa jadi peluru untuk membombardir pemikiran picik kalian!

Intinya, jangan lupa! urusan musik adalah hajat bersama bukan cuma musisi doang.

Karena itu saya angkat topi untuk musisi besar nasional yang saya enggan sebutkan namanya. Beliau bersabda: "Bedakan eksplorasi dengan eksploitasi dan bedakan mimpi dengan obsesi, cukup aja .. ojo kurang ojo kepunjulen!"

***

Oke STOP! saya memang tidak sedang membicarakan konflik antar musisi tentang RUU Kacrut ini. Seperti penggalan kalimat di awal tulisan ini, ada bentuk pembodohan lain yang tidak kita sadari, dan hadir dikeseharian kebanyakan masyarakat kita. Jahatnya lagi, Media Massa turut mengekalkannya.

Seiring kemajuan teknologi, tren dan industri media massa kini telah berubah. Salah satu bentuk media massa yang paling populer adalah media sosial. Kepraktisan dan berbagai fitur multifungsi yang diberikan oleh media sosial, ditambah desain yang menarik, membuat layanan tersebut semakin digandrungi oleh kaum muda hingga emak-emak masa kini. 

Berita-berita seputar gosip di media massa/ media sosial tampaknya lebih laku dibandingkan berita lain. Tak hanya itu, tayangan-tayangan bombastis, berbagai opera sabun mulai dari isu, gosip hingga mistik lebih banyak dihadirkan dibandingkan berita-berita yang mendidik.

Kecepatan dan keributan dari gosip yang dimunculkan akun-akun penyebar gosip di media sosial pun telah mengubah pasar dan bisnis gosip, yang dulunya jadi mainan dominan industri televisi dan tabloid.

Saya selalu ingat akan teori hegemoni yang digagas oleh Antonio GramsciHegemoni dapat diartikan sebagai bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan sumber daya kekuasaan tertentu seperti misalnya intelektualisme atau moralitas. 

Hegemoni berarti masyarakat atau pihak yang dikuasai alias para domba tersesat ini telah menyepakati nilai-nilai yang dibawa oleh penguasa dan mengikuti kepemimpinan mereka. Apakah mereka sadar? Namanya domba tersesat sudah pasti mereka 'tidak sadar' kalau isi kepalanya sedang diperkosa.

Saya jadi teringat film Bomb City, dimana kita bisa melihat pertarungan antara kelompok tajir, manja, sopan tapi jahat VS genk frontal 'lebay' tukang buat gaduh yang sulit diterima di masyarakat arus utama, tapi....

Lalu, siapa pemenangnya? Tonton sendiri aja.



Lanjut lagi? Hegemoni memiliki berbagai kekuatan untuk memengaruhi masyarakat. Salah satu bentuk kekuatan hegemoni adalah adanya kemampuan untuk menciptakan cara berpikir atau wacana tertentu yang dominan, dianggap benar sehingga masyarakat meyakini wacana tersebut sebagai sesuatu yang benar. Sementara itu hegemoni juga dapat membuat wacana lain dianggap sebagai sesuatu yang salah.

Media massa secara tidak sengaja dapat menjadi alat untuk menyebarkan wacana yang dipandang dominan tersebut. Wacana itu disebarkan dan berusaha untuk diresapkan ke dalam benak masyarakat sehingga menjadi konsensus bersama. Sementara itu nilai atau wacana lain dipandang sebagai menyimpang akan berusaha untuk dikurangi atau dilawan. 

Berlandaskan teori yang mengagumkan ini, kita bisa lihat bagaimana kasus antara si berandalan 'lebay' JRX melawan pemangku kebijakan yang diwakili Anang Hermansyah. Kalian yang masih membaca sampai kalimat ini, sudah pasti tahu semua dong. Jadi saya nggak usah capek-capek menjelaskan pertentangan keduanya.

Saya memang nggak pernah nonton tv nasional, apalagi follow akun gosip tertentu. Namun pola kerja para pengelola akun ini biasanya dimulai dari menerima informasi langsung dari warganet. 

Cara mendapatkan informasi adalah satu hal, dan cara mengelolanya adalah hal lain. Orang-orang di balik admin akun gosip tersebut kemudian mengolah informasi yang mereka dapat. Lewat 'kuasa'nya, mereka menghegemoni masyarakat dengan nilai-nilai mana yang 'baik' dan mana yang 'buruk'. 

Demi mengabdi pada Tuhannya yang berbentuk iklan komersial. Bagi media massa jenis ini nggak penting rakyat cerdas, apalagi rakyat kritis dan 'sadar'. Yang penting 'tuhan' mereka senang, produk laris manis, dapur aman, uang pun lancar.

Mereka kerap menampilkan sosok JRX sebagai berandalan tengik, biang kerok, dan sebagainya, tanpa pernah mengupas substansi yang dia teriakkan.

Saya sepakat dengan statement JRX: 

"Kamu tahu kamu hidup di negara suram ketika jutaan orang yg menghujatmu saat kamu memperjuangkan sesuatu bagi orang banyak, mereka memakai kata-kata seragam yg nyaris bagai copy-paste:

1. Kenapa selalu protes? Malu sama tato
2. Sepi job ya? Makanya pansos biar laku
3. Artis kok balesin komen? Gak ada kerjaan ya
4. Mulutnya ngalahin emak-emak
5. Beraninya cuma di sosmed
6. Kok belum nikah, gay ya?

Bukan hanya itu, ada juga seorang musisi yang menganggap aksinya lebay!  Man, di negara ini rakyat kadang butuh kegaduhan yang 'lebay' dulu, baru suaranya diperhatikan. 

'Punk Rock itu adem di luar, sumpek di dalem! (Eh, kebalik ya hihihi....)

Yang jelas kalo gak pake gaduh, kisruh, dan 'lebay' itu yang namanya Soeharto si Diktator penghisap darah rakyat, kagak jadi lengser!

***
instagram/aganharahap

Oke, balik lagi soal isu Tolak RUU Permusikan. Kita juga perlu ingat bahwa jangan sampai isu ini terdistorsi menjadi hanya konfliknya JRX dan Anang. Hal ini nggak bagus untuk membangun solidaritas dan sangat mudah untuk menyempitkan konflik. Hal ini juga nggak produktif dan justru menguntungkan pihak penguasa perancang RUU. Coba ingat lagi cara kerja media massa yang saya jelaskan di atas.

"Perlu kita ingat image moralitas palsu masih laku di masyarakat!" kata seroang musisi yang juga nggak mau saya sebutkan namanya.

Musisi bawah tanah yang bergerak sejak era 90an tersebut mengatakan pada saya, bahwa isu ini harus menjadi gerakan bersama. Menurutnya satu contoh dari keberhasilan manuver penyempitan konflik adalah soal Palestina, Benoa, Papua, dan banyak isu lainnya.

Benar, agar resistensinya bisa membumi, gerakan moral ini jangan sampai melahirkan penokohan, dan jangan lupa urusan musik adalah hajat bersama bukan cuma musisi doang.

Respon kawan-kawan 'insan musik' sudah mulai masif. Mari kita baca dengan kritis, ada juga kawan-kawan yang memilih untuk tidak muncul karena banyak hal yang melandasinya, Misalnya seperti, 'merasa bukan musisi', atau 'ketidak-pantasan untuk berada digaris massa'.

Mari kita teriakan bersama 'Persetan dengan RUU, konspirasi hukum adalah risiko dari ketulusan yang kita berikan, ingat satu hal lagi 'Melawan pembodohan adalah ibadah'!

Baca juga:

RUU Permusikan Picu Kontroversi, Ini Kata JRX Superman Is Dead




1 comment:

  1. Artikel menohok buat para pebisnis yang kebetulan main musik.

    ReplyDelete

Featured