Friday, June 26, 2015

Barbarian Bersorban, Anarkisme, dan Syekh Siti Jenar


"STOP menyematkan kata 'Anarkis' pada ormas2 barbarian bersorban seperti FPI dan sejenisnya...!"

Miris sekali memang, karena banyak sekali oknum dari berbagai lapisan baik masyarakat, aparat, hingga pejabat yang ('belum mengenal' atau memang dengan sengaja) menggunakan kata 'Anarki' bukan pada tempatnya. Lebih menyedihkan lagi ketika hal ini di Amin-kan (di pakem-kan) oleh media massa bertaraf nasional.

Bicara soal ajaran Islam dan Anarkisme, sejatinya sosok Kanjeng Syekh Siti Jenar-lah yang patut di stempel 'Anarkis'. Apa itu Anarkisme, silakan klik > ini. Menurut Babad-Babad yang beredar, bisa disimpulkan kalau beliau telah menjadi Anarki bahkan sebelum kata Anarkisme itu populer. Pada zamannya, Di era awal berdirinya Kerajaan Demak, Kanjeng Syekh menolak untuk tunduk pada Khalifah Raden Patah, dan Majelis Ulama yang dipimpin Dewan Wali. Lebih unik lagi, Kanjeng Syekh mendirikan banyak Paguron (baca: komune) yang bernama Lemahabang (Siti Jenar sendiri berarti 'Tanah Merah').

Sehari-harinya Syekh Siti Jenar menjadi guru yang berpenampilan sederhana, pakaian luarnya tak jarang kelihatan robek-robek. Kalau beliau hidup di zaman sekarang, pastinya bisa digolongkan sebagai orang yang 'nyentrik'. Namanya mencuat bukan hanya karena keilmuannya yang mumpuni, melainkan praktik hidupnya yang egaliter, merasa sama dengan orang lain. Kalau begitu, biar lebih akrab, maka sapaan yang cocok untuk beliau ialah: 'Kangbro Siti Jenar'. 

"Tak ada tuan, tak ada hamba, Kehampaan ini bernyawa!"

Dalam pengajarannya, Kangbro tidak membedakan antara kyai dan santri, antara rakyat jelata dengan Raja. Menurut beliau hakikat manusia secara biologis diciptakan dari tanah merah yang berfungsi sebagai wadah bersemayamnya roh selama hidup di dunia ini. Karenanya jasad manusia (baik rakyat jelata maupun raja) tidak kekal eksistensinya, dan bakal membusuk kembali ke tanah. 

Dalam sebuah bentuk pemerintahan kerajaan, seorang rakyat harus mengabdi kepada raja yang dianggap sebagai keturunan Dewa. Kontroversi ajaran Syekh Siti Jenar inilah yang membuat sosok tokoh penyebar Islam di Jawa ini sangat diburu, dicari, dan ingin dimusnahkan oleh kerajaan yang dibeking oleh para Wali.

pemuda - pengagum Syekh Siti Jenar
Menurut kisah, suatu ketika Siti Jenar melihat fakta di wilayah Demak bahwa rakyat dihisap pajak. Rakyat miskin yang tidak bisa membayar pajak, diharuskan menjaga rumah pejabat, memotongi atau membabati rumput alun-alun. Siti Jenar sangat melawan itu. Selanjutnya sebagaimana Kangbro Siti Jenar, seorang Anarkis adalah perindu kebebasan martabat individu. Mereka menolak segala bentuk penindasan. Jika penindas itu kebetulan pemerintah, ia memilih sebuah bentuk masyarakat tanpa pemerintah. Sedangkan kondisi saat itu adalah awal eksistensi pemerintahan kerajaan di Jawa setelah runtuhnya Majapahit, yaitu Kasultanan Demak dan Cirebon. Konsep yang beredar bahwa raja adalah titisan Tuhan, yang di dalam unsur sosial disebut golongan 'gusti', dan di luar keraton adalah golongan 'kawulo'. 
Sekali lagi, Siti Jenar menolak itu dan dengan tegas mengatakan 'tidak'. 

Di sisi lain, para pencetus Anarkisme paska Revolusi Industri mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki yang hidup damai berdampingan dalam suatu sistem sosial. Pada perkembangannya, Anarkisme sendiri memiliki banyak varian. Adanya kesamaan ide antara tradisi anarkisme dengan sejarah Islam, telah menjadi pembicaraan yang besar pada akhir abad ke-20. Islam mengajarkan hal mutlak bahwa 'ketundukkan hanya pada Allah’, ayat yang berbunyi ‘Tak ada paksaan dalam agama’ bermakna kita harus menyakini bahwa hanya Allah yang mempunyai kekuasaan atas individu. Dalam dunia Islam, kecenderungan penolakan terhadap kekuasaan yang korup juga terlihat pada jalan Sufisme lewat praktik, maupun tulisan-tulisannya.



"Aku katakan sabda batu kepada api, Di bawah tanah masih terdapat dataran tak berpijak. Di bawah tanah masih terdapat berlapis–lapis kerak neraka. Sehingga siapapun yang mengklaim dirinya pemimpin bumi adalah pendusta!" kurang lebih begitu ide Kanjeng Syekh Jenar yang diteriakkan unit Hip Hop asal Bandung, Homicide pada anthem 'Siti Jenar Cypher Drive'.

Semua manusia adalah Khalifah (Wakil) Allah di bumi, karenanya penting untuk mengaji (mengenal) diri kita sendiri. Banyak yang bilang meski dikaji sampai menjelang ajal pun, jika tidak dengan sungguh-sungguh, kita belum tentu bisa mengetahui siapa Sang Diri Sejati.

Sekali lagi, yang patut dicatat dari semua ini ialah bahwa jangan samakan Anarkisme dengan Barbarian Bersorban - (meminjam istilah FSTVLST), karena ide Anarkisme sejatinya jauh lebih mulia daripada selangkangan 'habib' dan pemimpin mereka yang mengatasnamakam agama untuk nafsu berkuasa !!!


Sorban, Jenggot, Gamis boleh sama, tapi raut muka kagak bisa ditipu.
Salam Manunggaling Kawula Muda dari Kangbro Siti Jenar, 

cheers !
(sejak 2005), bagi yang kenal sosok di tengah,
silakan hubungi penulis
bacaan cemilan > Islam dan Anarkisme

5 comments:

  1. kajian syahdu dari kangBro Kiki Pea, menjadi pengingat untuk selalu mengaji, mengkaji diri sendiri dan konteks dimana kita hidup :)

    ReplyDelete
  2. Apik kang kiki, anarkisme dan agama itu romantisme yang melekat pada kebudayaan manusia. Negara hanya penjaga moral yg tak kuasa menagikan romantisme itu juga

    hehe top markotop

    ReplyDelete
  3. Anarkisme sejatinya jauh lebih mulia daripada selangkangan 'habib' dan pemimpin mereka yang mengatasnamakam agama untuk nafsu berkuasa !!!,Kalimat yang menyenangkan pak

    ReplyDelete

Featured