DI PERFILMAN Indonesia posisi
perempuan seringkali diposisikan sebagai gula gula pemanis, baik dari cerita
maupun visual. Tak jarang perempuan selalu dieksploitasi secara seksual, peran
dan posisinya pun cenderung dipinggirkan dalam kehidupan rumah tangga. Karakter
perempuan juga seringkali berada di dua kutub yang berbeda, hitam dan putih.
Sebut saja misalnya jika perempuan baik, maka ia akan suci dari dosa dan jadi
idola semua pria. Sedangkan perempuan jahat akan dibuat sejahat-jahatnya, tiada
belas kasihan. Semua ini mewarnai penggambaran perempuan dalam film Indonesia.
‘Siti’ adalah Film karya sutradara
Eddie Cahyono yang disajikan secara hitam putih. Lewat film ini kita bisa
melihat sisi hitam dan putih pada sosok perempuan. Menurut Eddie film ini
memang harus dibuat hitam dan putih, bukan soal salah, benar, baik, buruk atau
kepentingan artistik semata, tapi memang ia ingin menunjukan bahwa sebagai
perempuan, kehidupan Siti itu memang antara hitam dan putih.
Film ‘Siti’ diputar secara perdana di
program Asian Feature pada perhelatan Jogja Netpac Asian Film Festival (JAFF)
2014 di Empire XXI, Selasa (2/11). Film yang dibintangi Sekar Sari dan Haydar
Saliszh ini mendapat animo luar biasa dari penikmat film, terbukti dari
habisnya tiket masuk sebelum film berlangsung.
Film berdurasi 95 menit ini bercerita
tentang kehidupan satu hari seorang perempuan bernama Siti. Perempuan berusia
24 tahun ini adalah seorang ibu muda, sehari-hari ia mengurusi ibu mertuanya,
Darmi, anaknya, Bagas. Suaminya, Bagus mengalami kecelakaan saat melaut setahun
yang lalu mengakibatkan tubuhnya mengalami lumpuh. Kapal Bagus yang baru dibeli
dengan uang pinjaman hilang di laut. Siti pun berjuang untuk menghidupi mereka.
Di saat keadaan makin terjepit karena
lilitan hutang, Siti terpaksa bekerja siang dan malam. Pada siang hari Siti
berjualan Peyek Jingking di Parangtritis. Malam hari Siti bekerja sambilan
sebagai pemandu karaoke. Pekerjaannya sebagai pemandu karaoke membuat Bagus
tidak mau bicara lagi dengan Siti. Keadaan membuat Siti frustasi. Kehidupan
malam di tempat karaoke membuat Siti berkenalan dengan seorang polisi bernama
Gatot. Gatot menyukai Siti dan ingin menikahinya.
Eddie Cahyono memang sudah lama ingin
membuat film yang berlokasi di Pantai Selatan Yogyakarta tersebut. Setelah
menggali ide dan informasi, ia memutuskan untuk membuat cerita tentang pemandu
karaoke di sekitar pantai. Sebelum film ini diproduksi, di kawasan objek wisata
Pantai Parangtritis, Kretek, Bantul terjadi banyak penggrebekan tempat karaoke
yang disinyalir sebagai sarang prostitusi. Seperti yang diceritakan dalam film,
para pemandu dan pengusaha rumah karaoke kini mendirikan wadah koordinasi lewat
Paguyuban Pengusaha Karaoke Pantai Parangtritis. Paguyuban tersebut memang
sengaja dibentuk untuk memberantas prostitusi di kawasan wisata pantai di
Bantul.
![]() |
sumber: antaranews |
![]() |
sumber: tribunjogja.com |
![]() |
sumber: sindonews |
Sebagai representasi budaya, karya film
adalah cerminan untuk mengaca atau melihat bagaimana budaya bekerja dan hidup
dalam suatu masyarakat. Dalam program Asian Feature di JAFF 2014 ini memang
sengaja disajikan film-film yang menunjukan sekelumit gambaran posisi perempuan
dalam sinema Asia dewasa ini.
Seperti yang dijelaskan Ismail
Basbeth selaku programmer JAFF 2014, lewat film ‘Siti’, kita bisa melihat
bagaimana seorang perempuan yang berjuang habis-habisan untuk menghidupi
keluarga dikala sang suami sedang jatuh sakit. Lewat ‘Siti’ kita bisa
menyaksikan ketika fungsi laki-laki absen dalam sebuah keluarga.
Selesai pemutaran ada sesi tanya jawab
bersama sutradara Eddie Cahyono. Sang sutradara menjelaskan bahwa ada
pertanyaan besar dari film ini, yakni hidup untuk siapa? apakah untuk keluarga,
teman, atau diri sendiri. Tokoh Siti berada dalam kebimbangan, dan tekanan
hidup membuatnya harus memilih jalan untuk kebahagiaan dirinya.
Bersama film Indonesia terpilih lainnya, ‘Siti’ diputar di Singapore International Film Festival (SGIFF) 2014 dalam program Silver Screen Awards: Asian Feature Film Competition.
Eddie Cahyono
ialah sutradara kelahiran Yogyakarta, 1977. Ia menyelesaikan studi di Jurusan
Televisi Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Sejak tahun 1998 ia mulai aktif
membuat film pendek dan pada 2001 mendirikan rumah produksi Fourcolours Films
yang berbasis di Yogyakarta. Film pendek yang telah disutradarainya berhasil
memenangkan beberapa kompetisi film pendek di Indonesia. ‘Siti’ merupakan film
panjang keduanya setelah film Cewek Saweran yang diproduksi tahun 2011. (*)
No comments:
Post a Comment