PESONA Elvis Presley memang tak pernah pudar meski ia sudah tiada. Hingga kini para penggemarnya tidak bisa begitu saja menerima kematian Sang Raja Rock & Roll. Di berbagai generasi, para peniru Sang Raja selalu saja hadir bermunculan. Persetan orisinalitas, semua dijiplak habis mulai dandanan, pakaian, perhiasan, tata rambut, kacamata, jambang, dan sebagainya. Hal ini terjadi tidak hanya di Amerika dan Eropa, fenomena ini pun mendunia, karena hampir semua negara punya para peniru Elvis–nya masing-masing.
Sejak Elvis masih
hidup sudah banyak orang yang menjadi ‘impersonator’, dan yang paling dikenal
adalah Jim Smith yang saat itu berusia 16 tahun. Emang sih status dia cuman sebagai peniru Elvis, tapi
gara-gara aksinya, hingga tuanya si Jim sering dapet tanggepan manggung, baik di kampung-kampung,
maupun televisi di Amerika sana.
Jim Smith Impersonator Elvis Pertama |
Di Indonesia hingga kini belum tercatat siapa impersonator Elvis di tahun 50-an, maklum saja, jaman segitu Elvis dan Budaya Rock & Roll di cap 'Ngak Ngik Ngok'. Anak muda yang ke Elvis-Elvisan ditangkap dan dipenjarakan karena dianggap Kontra Revolusioner. Tapi setidaknya negeri ini punya gerombolan ‘Indo Rock’ yang pernah menginvansi
Eropa. Tahun 50-an di Filipina ada genre yang dikenal dengan 'Pinoy Rock', jagoannya adalah Eddie Messa, seorang Impersonator Elvis yang
hampir sempurna. Elvis berbahasa tagalog ini tidak hanya pandai menyanyi, ia
juga bermain di sejumlah film selayaknya sang pujaan.
Eddie Mesa 'Pinoy Rock' |
Jepang sesungguhnya juga punya sejarah Rock & Roll yang menarik dan cukup panjang jika dijabarkan di sini. Setidaknya ada satu nama yang penting untuk disinggung, bayangkan di era 50-an Jepang punya musisi paling bahaya bernama Masaki Hirao. Selanjutnya, baca > Nippon Rock'n'Roll The Birth Of Japanese Rokabirii
Setelah generasi Rockabilly 50-an memudar, dan situasi politik hingga budaya sudah berubah, di Indonesia
baru muncul para impersonator yang lebih menaruh selera pada gaya Elvis era Las
Vegas, Hawaii, hingga Graceland. Nama-nama Elvis KW tersebut di antaranya, JW
Errol, Is Haryanto, John Phillips, Mukti Wibowo, dan Gatot Soenyoto yang
terkenal dengan boneka si Tongki nya. Di tahun 80-an, Gatot Sunyoto kita kenal
sebagai pembawa acara anak-anak di TVRI.
Gatot Sunyoto |
Johnny Killian |
A. Rafiq |
Penggemar Elvis di Jepang, difoto oleh Hanche, Desember 2013 |
Menurut Hanche menyanyikan lagu Rock & Roll yang bertempo
cepat itu mudah dan banyak yang bisa, padahal dalam kontes tersebut hal itu bisa
menjadi jebakan betmen. Menurutnya tidak banyak yang bisa menyanyikan lagu cepat
dari Elvis secara bagus, baik, dan benar. Sedangkan dengan bernyanyi lagu slow, karakter
suara, tehnik vokal dan penjiwaan kita bisa benar-benar ketahuan. “Saya ingin tahu bagaimana juri menilai saya, meskipun
tampilan yang tanpa modal dan ndeso itu,” katanya lalu tertawa.
Hanche |
Hanche mengagumi Elvis sejak SD, awalnya ia dipengaruhi
tetangga yang senang Elvis dan Beatles. Ia mengaku sejak SD gaya rambutnya
sudah Elvis. Sejak itu yang paling ia tunggu adalah ingin cepat-cepat masuk SMA,
karena bisa pake celana panjang ke sekolah. Ketika SMA, Hanche memodifikasi
celana sekolahnya. Ia membuat resleting di betis kiri, kanan, dan bisa dibuka. Jika dibuka, di dalamnya ada
kain seperti celana cutbray ala Elvis. Rambutnya pun selalu berjambul, lengan
baju terlipat, kerah seragam berdiri, tidak lupa sepatu half boots, dan sabuk buckle
besar. “Waktu itu dianggap norak, kalaupun bawa gitar, saya gak ngerti lagu-lagu
yang waktu itu happening, temen-temen sebaya juga gak ada yang ngerti lagu-lagu
Elvis.
Dianggap "lagu bokap gue – lagu engkong gue".
Hahahaha,” tutup Hanche yang kini sering tampil bersama grupnya The King Creole
Band.
Hanche Presley |
Saya sendiri menyukai Elvis sejak masih kecil sekali, semua foto-foto di kaset koleksi bapak dan eyang selalu saya tatap dalam-dalam. Suara Elvis pun selalu singgah di tengah hingar bingarnya raungan musik Grunge dan Punk Rock yang selalu saya putar di masa SMP. Di Jakarta saya ingin sekali bermain band dan bernyanyi seperti Elvis, namun apa daya, saya harus cukup puas bermain dengan teman-teman yang lebih memilih Rock & Roll ala The Rolling Stones dan The Doors. Ketika hijrah ke Yogyakarta, barulah saya menemukan anak-anak muda yang bisa diajak meliar dengan lagu-lagu era 1950-an.
Kiki & The Klan yang sejatinya hanyalah band yang khusus menerima panggilan untuk pesta dansa-dansi, selalu istiqomah memainkan lagu-lagu, dan bergaya layaknya Elvis di era Rockabilly ditambah attitude gigolo berkedok Punk Rocker. Saya sendiri tidak pernah mencoba atau berniat untuk menjadi impersonator Elvis. Hingga sekarang saya pun masih berpikir jika hidup sampai tua, dengan tubuh (mungkin) agak gemuk, dan masih bermain band, apakah akan bergaya seperti Elvis di era 70-an? lengkap dengan tata tata rambut, kacamata, jambang, dan manik-manik yang gemerlapan, ah.. sudahlah.
Kiki & The Klan yang sejatinya hanyalah band yang khusus menerima panggilan untuk pesta dansa-dansi, selalu istiqomah memainkan lagu-lagu, dan bergaya layaknya Elvis di era Rockabilly ditambah attitude gigolo berkedok Punk Rocker. Saya sendiri tidak pernah mencoba atau berniat untuk menjadi impersonator Elvis. Hingga sekarang saya pun masih berpikir jika hidup sampai tua, dengan tubuh (mungkin) agak gemuk, dan masih bermain band, apakah akan bergaya seperti Elvis di era 70-an? lengkap dengan tata tata rambut, kacamata, jambang, dan manik-manik yang gemerlapan, ah.. sudahlah.
Kiki & The Klan |
Pada artikel yang ditulis oleh Alfred P. Ginting, Jerinx (Superman Is Dead/Devildice) berujar kalau Elvis itu kayak badut. Makin tua makin nggak jelas. Suaranya sok berwibawa. Tapi kita lihat dia melakukan itu dari hati, nggak palsu. Dia tahu kalau kita tahu dia sok-sokan. Kadang-kadang pakai gaya Kungfu. Dan matinya overdosis. Kartun banget.” simak > Rockabali
Sudahlah intinya saya kok yakin yah kalau Elvis impersonator akan terus ada sampai hari kiamat,
"Long Live Rock & Roll, Long Live The King!!" (*)
Baca Juga
No comments:
Post a Comment