BEBERAPA bulan lalu masyarakat digemparkan
dengan tragedi yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman,
Yogyakarta. Sekelompok orang mengenakan penutup muka ala ninja, menembus dan
menembak mati empat tahanan yang merupakan tersangka kasus pengeroyokan yang
menewaskan Mantan Anggota Kopassus, Sertu Heru Santoso di Hugo’s CafĂ© pada 19
Maret lalu. Kita memang tidak akan membahas lebih
jauh tentang drama penembakan dan pembunuhan keji
tersebut. Namun, sekedar refleksi, beberapa tahun lalu seorang komikus
Yogyakarta membuat karya komik yang berlatar belakang Lapas Cebongan.
Di
beberapa cerita terdapat sketsa jelas lokasi pembantaian keempat korban
tersebut. Adalah Athonk Sapto Raharjo si
pembuat komik yang berjudul Old Skull ini. Awalnya serial komik ini tercipta karena
terlalu banyak cerita yang lahir dari kehidupan dan kesehariannya, mulai dari
percakapan dengan teman-teman dekat, atau dari pengalaman sehari-hari yang
memang terkadang sangat menarik untuk dibuat komik. “Hal itu dan sayang kalau
tidak terdokumentasikan dalam komik,” ungkap pria yang juga dikenal sebagai
seniman tato.
Menurut penuturan seorang kawan, terpenjara bukan hanya konsekuensi pelanggaran hukum, melainkan betul-betul sesuatu yang sebisanya dihapus dari lembaran CV. Terpenjara adalah tidak sekedar sangsi hukum, sangsi sosial dan sangsi material, melainkan juga derita - salah satu aspek keburukan humanis - yang harus ditanggung sepanjang hayat. Tak jarang sampai anak-cucu turunan kesekian bisa masih merasakan derita ini.Tidak heran penjagaan penjara mesti ekstra ketat, optimum security. Kalau tidak maka celah sekecil apapun dan seminimal mungkin sungguh dicari kaum tertahan di dalam penjara untuk dimanfaatkan dapat meloloskan diri mencari kebebasan.
Sosok Old Skull sangatlah unik, berbeda dengan komik yang beredar di jamannya, terutama komik yang dibuat dan disebarkan secara independen. Penampilan Old Skull cukup sangar, mukanya berbentuk tengkorak dengan rambut mohawk, dan runcing ala punkers, namun dibalik semua itu, Old Skull adalah sosok yang lugu, dan mengalami tragedi kehidupan yang lucu.
Old Skull pertama kali tercipta
ketika Athonk berada di Honolulu, Hawaii tahun 2001. Di Honolulu terkumpul satu
cerita yang akhirnya ia bukukan dalam komik pertama Old Skull. Selanjutnya
terbit buku kedua Old Skull yang banyak menceritakan tentang pengalaman sang
seniman yang sempat tinggal di Amerika Serikat.
Sebenarnya isi cerita dari kedua
komik tersebut tidak hanya bercerita tentang perjalanan di Amerika, banyak juga
cerita yang didapat dari pengalaman di Indonesia. Dan dengan kedua seri komik
ini, akhirnya mendapatkan penghargaan KOSASIH Award sebagai 'komik indie
terbaik satu dekade' 2007. Komik Old Skull juga sudah sering muncul secara
reguler di kompilasi komik Melbourne, Australia, dan juga pernah terbit berkala
di majalah tato Magic Ink Bali.
Beberapa tahun setelah mendapat
penghargaan, komik Old Skull edisi ketiga diterbitkan. Komik yang berjudul Old
Skull: "In The Den Of Sin" ini berisi tentang petualangan Old Skull yang
mendekuk di dalam penjara. Di seri ketiga ini, Athonk bercerita tentang
kehidupan sehari-hari Old Skull di dalam penjara Cebongan, banyak cerita tentang
kehidupan para narapidana dalam penjara yang bisa kita lihat lewat komik ini.
Menurut komikus Beng Rahadian dibalik
tampang sangarnya Athonk, dia kalem dan salah satu orang yang paling konsisten
yang dikenalnya. Beng mengatakan bahwa edisi Old Skull di LP Cebongan beberapa
stripnya "kuat" sekali, ia berharap ada yang menerbitkan karena
topiknya berat dan tidak sepele, namun Athonk mengemasnya dengan baik.
“Kalau lihat etosnya saat mengerjakan
itu, membuktikan bahwa di penjara saja kreativitasnya tetap bebas berkeliaran. Oldskull
itu kontroversi, artworknya keren banget,” ujar Beng,.
Sosok Old Skull yang diciptakannya
bisa dibilang merupakan cermin dari gaya hidupnya sendiri. Sebagaimana dirinya,
Old Skull ini adalah tukang tato. Athonk
mengakui bahwa kekuatan Old Skull adalah pada karakter, sosoknya, dan juga
percakapan dengan teman-temannya. Topik yang dibicarakan juga sangat beragam,
sama seperti lokasi cerita, yang bisa melompat-lompat mulai dari Honolulu,
Yogyakarta, Las Vegas, New Orleans, Melbourne Australia, Jakarta, dan lainnya.
“Dalam komik ini, Old Skull bisa
bertemu dan berteman dengan gelandangan di Melbourne, atau sibuk dengan para
pecandu putaw yang pengen insyaf rehab,” tukasnya.
Old Skull diciptakan dengan semangat
‘Do It Yourself’ (DIY) dimana semuanya dikerjakan sendiri. Mulai dari cerita,
gambar, penjilidan, semua dikerjakan sendiri oleh Athonk. Ia juga tetap
menggunakan metode foto copy, dimana sistem ini sangat memudahkannya untuk
mencetak komik sebanyak yang ia mau, dan kapanpun bisa diperbanyak lagi
seandainya komiknya habis terjual. Banyak yang membeli komik Old Skull secara online
lewat internet, atau membelinya di beberpa toko buku alternatif di Yogyakarta.
“Inilah bedanya dengan metode
mainstream komik, yang terikat dengan distribusi toko buku, atau kontrak
penerbitan,” tukasnya.
Seperti yang dikutip dari majalah
Tempo edisi Maret 2007, seorang pengamat dari Australia pernah menyebut
komik-komik Athonk berjiwa zamisdat (mengambil istilah gerakan sastra bawah
tanah yang muncul di Eropa Timur saat di bawah rezim komunis). Komik pertama
Athonk, Bad Times Story, muncul pada 1990-an. Isinya kritik sosialnya atas
pemilu dan agama.
Seperti ciri khasnya, karya tersebut
juga ditampilkan dengan gaya rock ’n roll. Banyak kutipan teks-teks lagu dari
grup-grup underground. Komik ini bisa disebut komik indie pertama, dijual di
Yogyakarta Rp 7.500, dan dicetak ulang ribuan kali.
Athonk telah mengenal komik sejak
kecil, kebetulan dahulu keluarganya dulu memiliki persewaan komik, maka tak
heran juka sejak kecil sudah sering baca, dan senang dengan buku komik. Sewaktu
SD, Athonk sudah sering membuat komiknya sendiri yang dijilid, dan diedarkan
untuk dibaca oleh teman-teman dekatnya. “Waktu itu belum ada foto copy, jadi
belum terpikir untuk memperbanyak, ceritanya biasanya aku ambil dari film
cerita dari film tv, waktu itu film yang diputar di TVRI, seperti The Saint,
Tarzan, dan lainnya,” ungkapnya.
Menurut Athonk belakangan ini komik Indonesia
cukup pesat perkembangannya, sudah banyak karakter komik yang sempat mati,
kemudian dihidupkan lagi dalam bentuk grafis baru, juga banyak diterbitkan
kembali komik-komik klasik Indonesia yang sudah direstorasi gambarnya, dan
banyak juga komikus Indonesia yang ditarik bekerja untuk penerbit komik dunia.
(*)
Komikografi:
- Bad times story 1 -1994
- bad times story 2 - pure black
looking clear -1997
- pure evil anthology # 1
- strip jams - kompilasi
- old skull - comic strip 2001
- old skull in the garden 2003
- strip jams 2 - 2003
- old skull - in the den of sin 2009
No comments:
Post a Comment