TAREKAT sendiri artinya adalah jalan, upaya untuk bersungguh dalam mengamalkan Islam, dan menjadi muslim yang baik. Menurut terminologinya, tarekat berasal dari kata ‘thoriqoh’, bentuk jamak dari ‘thoroiq’ yang berarti ‘jalan’, ‘cara’ atau ‘metode’. Jika dipilah dari sudut keilmuan, Islam memiliki beberapa unsur di antaranya, hukum, astronomi, geologi, kelautan, hati, dan lain sebagainya. Ilmu mengenai hati disebut tasawuf, ilmu ini bertujuan untuk melatih hati (qalb) agar dapat menjadi manusia yang mulia.
Ada 40 tarekat yang disepakati oleh ulama sebagai tarekat yang ‘mu’tabar’ memiliki jalur keilmuan yang bersambung ke Nabi Muhammad SAW. Tarekat Naqshbandi adalah satu di antara tarekat yang mu'tabar. Nama Naqshbandi diambil dari nama pendiri tarekat ini yaitu Syaikh Bahauddin an Naqsbandi Bukhori, seorang alim yang terlahir di desa Qasrel Arifan, sebuah desa di kawasan Bukhara, Asia Tengah. Jalur keilmuan tarekat ini bersambung kepada Rasulullah melalui sahabat beliau Sayyidina Abu Bakr as Shiddiq RA.
Tarekat Naqshbandi Haqqani (selanjutnya disebut Haqqani) adalah cabang dari jalur keilmuan Naqsbandi. Setiap tarekat dipimpin oleh Mursyid, yaitu seorang alim yang memegang otoritas untuk membimbing murid. Mursyid Naqshbandi Haqqani adalah Syaikh Muhammad Nadzim al Qubrusi Haqqani QS Tokoh sufi ini dilahirkan tahun 1922 di Larnaca, Cyprus dan saat ini menetap di Cyprus.
Syaikh Muhammad Nadzim al Qubrusi Haqqani |
Murid Syaikh Nadzim tersebar di banyak belahan dunia seperti Inggris, Amerika, Australia, Timur Tengah, Amerika Latin, Asia dan lainnya. Haqqani masuk ke Indonesia pada tahun 1997 melalui kunjungan khalifah (wakil) Syaikh Nadzim yang bernama Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani yang tinggal di Amerika Serikat. Semenjak itu tarekat ini berkembang hampir diseluruh wilayah di Indonesia. Saat ini tercatat 89 zawiyah (pusat kegiatan tarekat) di Indonesia. Satu di antara tokoh yang menyebarkan tarekat ini adalah Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani, ulama yang lahir dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren di Jombang.
Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani & Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani |
Zawiyah Haqqani Yogyakarta berdiri sejak 2006 lalu atas prakarsa seorang bernama Satrio Nugroho, dan diresmikan oleh Syaikh Mustafa Mas'ud Haqqani. Sebelumnya zawiyah bertempat di kawasan Sardonoharjo, Sleman, dan kemudian pindah ke daerah Maguwoharjo, Sleman di kediaman Muhammad Darul Trimadyanto. Menurut Joko Sulistio, pegiat tarekat ini, Zawiyah merupakan tempat yang digunakan oleh murid-murid untuk berkumpul. Mereka berkumpul dalam sebuah kebersamaan dalam rangka bersungguh menjalani Islam melalui tarekat. “Jadi keberadaan zawiyah menjadi hal yang penting, ini juga yang menggerakan hati Pak Satrio untuk menyediakan rumah tinggalnya sebagai zawiyah,” ucap Joko.
Zawiyah adalah suatu istilah yang cukup akrab ditelinga orang-orang yang menggeluti tasawuf. Istilah lain yang searti dengan kata ini dalam bahasa arab adalah ribath. Di Persia dikenal dengan nama khanaqah, jama’ at khana. Di Turki disebut tekke, istilah ini sering diterjemahkan dalam bahasa inggris menjadi lodges atau hospices. Di Indonesia sendiri disebut dengan nama Pondok atau pondokan.Zawiyah merupakan tempat tinggal para sufi, tempat mereka melakukan ritual, berdzikir, berdoa, salat, membaca kitab suci dan sebagainya. Awalnya, istilah ini muncul untuk menunjukan suatu ruangan di masjid yang dipakai oleh Sahabat Nabi SAW untuk beribadah.
Sebuah zawiyah biasanya berbentuk bangunan besar maupun kecil. Ada juga yang berupa tempat tinggal sederhana yang menempel pada rumah sang Guru. Bangunan zawiyah pada periode awal yang terkenal didirikan oleh Abu Said (w. 1049) di bagian timur Iran dan zawiyah Said As Suada yang didirikan oleh Salahuddin Al Ayyubi pada tahun 1174 di Kairo.Kebutuhan akan suatu tempat khusus sebagai sebuah keharusan dalam perjalanan arif menuju Allah
Sang Mursyid yang mengajari murid-muridnya tentang tanda-tanda Nabi Muhammad SAW harus menyediakan sepenuh dirinya kepada mereka. Sebuah zawiyah idealnya mengandung bukan hanya masjid atau tempat shalat dan berdoa. Tetapi, juga memiliki ruang pertemuan besar untuk perjamuan makan, baik makanan bumi atau makanan langit, bilik kecil untuk murid sebagai tempat khalwat juga sangat penting.
Tidak ada informasi yang valid tentang jumlah persis dari jamaah Haqqani di Yogyakarta. Menurutnya, jamaah tarekat ini berasal dari latar belakang yang sangat beragam, mulai dari ekonomi lemah, kuat, pendidikan formal, tinggi, rendah, yang masih lajang, sudah menikah, orang tua, anak muda, dan sebagainya.
“Tapi memang yang terbanyak dari kalangan akademisi, mahasiswa dan dosen, sebagaimana terciri dari gelar Yogyakarta kota pendidikan,” tambah pria yang juga aktif sebagai dosen di UII ini.
Karena latar belakangnya yang beragam, maka tujuan para jamaah pun awalnya beragam. “Allah dan Rasul-Nya memanggil kita dengan banyak cara dan sebab, namun setelah berjalan beberapa saat, jamaah memiliki tujuan yang lebih kurang sama, yaitu bersungguh dalam Islam,” jelas Joko.
Setiap Kamis malam, Zawiyah Haqqani Yogyakarta memiliki kegiatan rutin, yaitu berdzikir. Kemudian setiap Sabtu Legi diadakan pembacaan Maulid Burdah. Secara pribadi, anggota jamaah ini juga aktif bergabung di majelis dzikr dan ta'lim lainnya. Selain itu, Zawiyah Yogyakarta juga pernah menjadi Organizing Commetee Dzikr Akbar bersama dengan Syaikh Hisyam Kabbani dan Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf.
Flowers Not Guns |
Jamaah Tarekat Haqqani bukan merupakan ormas, ataupun bentuk organisasi formal lainnya. Menurutnya, sebagaimana Islam itu sendiri yang tidak eksklusif maka, jamaah inipun demikian.
Di kota lainnya, zawiyah Haqqani memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Faktor kebiasaan lokal memang cukup mewarnai zawiyah di masing-masing daerah. Di Jakarta, tercatat ada 10 zawiyah yang tersebar. Menurut Joko, Jamaah Haqqani di Jakarta dan Solo menarik banyak jamaah melalui tarian sufi whirling dervish yang dikembangkan ulama sufi Syaikh Jalaludin Rumi. Sedangkan zawiyah yang berada di Jawa Timur akrab dengan tradisi pengajaran khas pondok pesantren tradisional.
“Keragaman ini patut disyukuri karena merupakan rahmat dari Allah SWT, sebagaimana keragaman yang ada di dunia”
*sebagian seperti tulisan di website sebelah: Mengintip Komunitas Sufi di Yogyakarta
Tujuan belajar tarekat setidaknya untuk milirik kesalahan-kesalahan pribadi, baik dalam melakukan amal ibadah atau dalam pergaulan dalam masyarakat dan kemudian memperbaikinya. Takhalli adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang sufi. yaitu usaha membersihkan diri dari semua perilaku yang tercela, lahir batin seperti, hasad dengki, buruk sangka, sombong, membanggakan diri, pamer, pemarah, cinta harta, dusta, dan munafik.
Selanjutnya seorang pejalan memasuki tahap tahalli yaitu menghiasi diri dengan kebiasaan sifat dan sikap yang baik, tahapan selanjutnya adalah Tajalli yang berarti tersingkapnya nur ghaib, terbukanya hijab (halangan) yang terdiri dari sifat-sifat kemanusiaan (nasut) menuju sifat ketuhanan (lahut). Pada tingkatan ini, seseorang akan mendapatkan karunia dari Allah berupa kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan tentunya ini akan mengawali pencapaian ma’rifatullah yang didambakan oleh manusia sufi.
Singkatnya, Tajalli ialah lenyapnya atau hilangnya hijab dari sifat-sifat kemanusiaan. Dalam mencapai puncak ma’rifat tersebut hanya dapat diraih dengan sebuah rasa cinta dan kedekatan dengan Allah, sedangkan kedua proses tersebut harus didasari dengan kebersihan jiwa.
Baca juga: Tentang Musik, Sufi, dan Cinta
Link: sufilive.com
No comments:
Post a Comment