PADA 2009 lalu, tiba-tiba saja teman-teman sekampus membicarakan
band baru bernama Goliath. Obrolan itu muncul karena mahasiswa se-angkatan saya
bernama Kuple yang biasa dikenal sebagai anak basket nan macho, tiba-tiba
ngeband dan…. muncul di televisi. “Wuah, ‘Goliath’ nyentrik juga tuh nama
bandnya,” pikir saya. Kebetulan hal-hal yang berbau antagonis berdasarkan kisah
epik apalagi kitab suci, saya sangat menyukainya. Ya, sebut saja Rahwana,
Kurawa, Dajjal, Abu Jahal, dan tentunya Goliath.
Dalam Kitab Perjanjian Lama, Goliath
diceritakan sebagai makhluk raksasa yang berasal dari Filistin. Ia adalah sang
penakluk yang membawa teror bagi siapa pun yang memusuhinya. Saya menyukai
kisah Goliath yang kemudian dikalahkan oleh Nabi Daud a.k.a King David, bapak moyang
Suku Yehuda. Nama Goliath yang saya tahu dan disebut dalam kitab Perjanjian Lama
dan Al-Qur'an adalah pahlawan bagi paganisme, tokoh antagonis dari Allah Israel.
Sedangkan, di dunia kemiliteran pada kancah Perang Dunia II
yang sangat menginspirasi Lemmy Killmister (Motorhead), Goliath, adalah nama ranjau
berjalan yang dikendalikan oleh remote kontrol. Singkat cerita, Goliath adalah
sosok mesin pembunuh!
Teror Goliath di Perang Dunia II |
Goliath sang besi pembunuh |
Karena kebanyakan band-band di kampus saya adalah musisi idealis
sayap kiri-kanan yang memainkan musik super keras, cepat, tangkas, dan bikin
kuping Pak Kyai pecah, maka saya pun mengira band ‘Goliath’ ini memainkan jenis
musik yang sejurus.
Namun, kita lupakan semua sosok yang disebut di atas tadi.
Band bernama Goliath ini memang tidak memainkan Death/Trash/Black
Metal/Core/bla/bla/bla yang kita kenal di dunia musik bawah tanah. Mereka
memainkan musik pop pada umumnya yang muncul di acara musik pagi di kebanyakan
televisi kita. Pertama kali saya melihat band ini di layar kaca adalah lagu
dengan judul ‘Masih Disini, Masih Denganmu’.
Ya, boleh juga si Kuple, biasa berlaga di lapangan basket, kini
si doy beraksi dengan setangkai microphone sebagai vokalis band yang digemari
pendukungnya yang bernama ‘Golivers’.
Nama band ini pun semakin mencuat setelah single berjudul ‘Cinta
Monyet’ muncul dipermukaan. Saya pun yang awalnya menantikan tampilnya band ini
di televisi, kemudian nggak perlu repot-repot melihat dan mendengarkan lagu
Goliath ini. Wajah mereka wara-wiri setiap saya memencet tombol ‘on’ di remote
televisi, lagu mereka berseliweran ketika saya menumpang mobil teman saya yang
setia menyetel radio yang memang khusus memutar lagu-lagu karya anak bangsa.
Belum lagi ketika lewat tukang dvd bajakan, baik di stasiun Tebet, Pasar
Minggu, hingga Lenteng Agung, kerap kali lagu ‘Cinta Monyet’ ini terdengar.
Soal musikalitas, saya bukanlah sosok yang tepat untuk
mengomentari komposisi, gaya bermusik, dan sound yang mereka pilih, namun
marilah kita simak penggalan lirik ‘Cinta Monyet’ ini.
“Aku suka dia sama dia juga suka
Tapi kenapa sih mama bilang kalau ini cinta monyet(nyet)
Padahal hatiku sering deg-degan
Saat ku dengan si dia ‘iyih’ masa cinta ini cinta monyet”
videoklip--> Cinta Monyet
Nah, kan, keren kan… mengena banget gak sih bagi para
dedek-dedek yang biasa berdansa pagi-sore dibelakang band yang berlaga dan
disorot kamera televisi lalu disiarkan secara langsung. Bagian ‘Aku suka dia sama dia
juga suka’ ini benar-benar terobosan
baru dalam tata bahasa Indonesia, perhatikan subyek dan obyek yang bisa saling
bertransformasi satu sama lain.
(silakan anda tambahkan komentar, jika setuju atau punya
persepsi berbeda dengan tata kalimat di atas)
Nah, bagian ini juga….. “Saat ku dengan si dia ‘iyih’ masa
cinta ini cinta monyet” apakah ada yang pernah mendengar kata ‘iyih’ di
lirik-lirik lagu berbahasa Indonesia sebelumnya? buat saya kata ‘iyih’ sangat
seksi (kalau tidak bisa dibilang ‘lucu’), apalagi penekanan gaya gemes ala Kuple saat
melantunkan kata ‘Iyih’ ini di bagian terakhir lagu ‘Cinta Monyet’
Ya, seperti kata @masjaki pada prolog #LearnToPop, bahwa
kekuatan band-band pop mainstream adalah kemampuannya menjerumuskan alam bawah
sadar kita supaya tiba-tiba menyanyikan lagu mereka. Padahal kita (sensor)
setengah mampus. Saya pun suka tiba-tiba bersenandung ‘Cinta Monyet’ meski
tidak harus meringkuk di pojokan.
Nah, kalau mau tahu lebih dekat siapa Goliath band, menurut
fanpage mereka, Goliath berdiri sejak 7 Februari 2009. Mereka mengaku berasal
dari sebuah daerah indah di Pantai Selatan Sukabumi, Jawa Barat yaitu Pelabuhan
Ratu. (Tuh, kan horor/mistis gimana gitu… ingat kah akan mitos Kanjeng Ratu
Kidul?)
Seperti yang tertulis di biografi mereka: ‘We Love our hometown where our family and friends are
there...). Nah, Kenapa Goliath? Goliath itu artinya "Tangguh dan Perkasa"
yang diambil dari bahasa Ibrani. Harapan band yang digawangi Rizal (Lead), Davy (Rhytm), Izwa
(Bass), Ardi (Keyboard), Gie (Drum), Ary (Vocal) ini kedepannya semoga bisa
menjadi band yang tangguh dan perkasa sesuai dengan filosofi namanya.
Ari bersama Golivers dari Negeri Jiran Malaysia |
Dan berikut komentar para Golivers di fanpage Goliath:
·
Sitty
Aisyah: kak ariii lucuu...wkwkwkwkwk
·
Selvi
Seftiyanti: kka ardii gantengg banett .... aque suka GHOLIATH
·
Sari
Inu Bersama: kka izwa ganteng baget q ska ma GOLIATH.....................
·
Maharanie
Dewamoela SmashblastGolivers: wooww..kak ardy ganteng bgttt
·
Onie
Dreaztyan Theroezcy: kak rizal ganteng nian.........tmbh zka aq leat mukha
aa'izal..
Oke, bagi yang tidak pas dengan telinga musik Goliath yang saya
tulis di atas, tenang saja.. karena masih ada band hingar bingar di Amerika sana yang agresif memainkan Hardcore/ Death Metal super keras, cepat, tangkas, pokoknya bikin kuping Pak Kyai pecah … dan mereka bernama ….’GOLIATH!’..
nih foto-fotonya…
Harus diakui, Goliath dari Indonesia berdiri lebih awal
daripada Goliath bule metal yang baru terbentuk 2010 itu. ….Yeah, ‘Iyih’ Monkey
Love! rrrrrRRRRAAWWWWKKK!!!!
goliath bergeliat gak tu?
ReplyDelete