JIKA ada yang melihat anak-anak muda berlari kencang,
melompat dengan cepat, mahir melibas macam rintangan, pagar, pohon, hingga
bangunan, maka dilihat dulu dengan baik, bukan berarti mereka adalah pencuri
yang sedang dikejar massa. Para pemuda tersebut bisa jadi sekawanan yang sedang
melakukan Parkour. Kegiatan yang cukup menantang adrenalin ini memang merupakan
seni gerak berpindah dengan cepat dan terampil dari satu tempat ke tempat
lainnya. Tanpa alat bantu apapun, dengan hanya mengandalkan tubuh, pegiat
Parkour mampu dengan sangat cepat berpindah tempat, dari satu titik ke titik
lain. Bahkan tak jarang, para ahli parkour bisa melompati antar gedung pencakar
langit.
Di Yogyakarta, kegiatan ini mulai semakin diminati, adalah JUMPalitan
sebuah komunitas yang rutin berlatih parkour dan mempunyai agendanya sendiri.
Menurut Sentra Jaelani, pegiat komunitas ini, nama JUMPalitan berasal dari teman-temannya
yang iseng ketika sms untuk berkumpul atau latihan bareng. Misalnya “ayo kita
jumpalitan hari ini…”, maka mereka pun sepakan memakai JUMPalitan sebagai nama
komunitasnya.
Sentra menjelaskan bahwa JUMPalitan juga mempunyai arti
sendiri. ‘J’ adalah= Jogjakarta, kota dimana mereka berasal, kemudian ‘U’
adalah Ubiquitous yang berarti berada dimana-mana, maksudnya di sini, ujar
Sentra, mereka suka berlatih di tempat manapun. ‘M’ adalah Multitude yang
bermakna keberagaman, “Teman-teman JUMPalitan itu berasal dari daerah, dan
latar belakang yang berbeda, dan ‘alitan’ adalah embel-embel untuk menunjukan
bernuansa Jawa,” jelasnya.
Komunitas ini mempunyai jadwal latihan rutin setiap Selasa dan
Kamis. Mereka biasanya mulai berlatih sejak jam empat sore hingga matahari
terbenam. Tempat yang menjadi sarang mereka adalah di Graha Sabha Pramana, UGM.
Sedangkan setiap hari Minggu mulai Jam 8
pagi hingga 12 siang, mereka ber-jumpalitan di sekitar Kampus Fakultas Teknik
Industri UII, Jalan Kaliurang Km.14,5.
Sentra menjelaskan bahwa Parkour masuk di Indonesia bermula
dari kota Malang. Saat itu, tahun 2006
praktisi parkour Malang sengaja mengunggah video latihan nya ke situs internet,
dan kemudian menyebar ke berbagai penjuru Indonesia. Sedangkan, lanjut Sentra,
popularitas parkour di Yogya bermula pada akhir tahun 2007. Saat itu beberapa teman sekampusnya menyukai
film yang sama yaitu Yamakasi. Film ini menceritakan pendiri parkour di
Perancis yang menyelamatkan nyawa anak kecil dengan kemampuan parkour mereka.
Bersama teman-temannya, Sentra mulai mencontoh gerakan-gerakan yang ada di film
tersebut, dan akhirnya menyebar dari mulut ke mulut, hingga berkembang sekarang
ini.
Selain berlatih, komunitas JUMPalitan juga biasa mengikuti
event-event sosial. Mereka aktif mengikuti kegiatan Earth Hour, hari Lingkungan
Hidup, Save Earth Save Jogja, Hari Batik Nasional, hingga event sosial lainnya.
Komunitas ini juga berpartisipasi untuk donor darah dua kali dalam setahun.
Menurut pria kelahiran Pangkal Pinang, 1 Januari 1985 ini, JUMPalitan
juga rutin mengikuti event Gathering setahun sekali ‘Jamming Nasional Parkour
Indonesia’. Mereka juga kerap berlatih, dan jalan-jalan ke kota-kota lain, setiap
ada waktu dan undangan dari kota tersebut.
Keanggotaan komunitas ini memang sangat beragam, ada yang
mulai mendalami parkour sejak SD, SMA, Kuliah, bahkan mereka yang sudah bekerja
juga bisa bergabung. “Untuk sekarang yang terdaftar ada 100 lebih anggota, tapi
yang aktif latihan ada 20 hingga 30 orang. JUMPalitan lebih didominasi teman-teman
yang sedang kuliah,” jelas Sentra.
Komunitas JUMPalitan menerima semua kalangan untuk bergabung,
bagi yang berminat untuk mendalami parkour silakan datang saja ke tempat biasa mereka
berlatih. “Jangan lupa untuk membawa niat, pakaian olahraga, dan sepatu yang
nyaman,” tambah Sentra.
Selain dikedua tempat tersebut, JUMPalitan juga menjelajahi tempat-tempat
unik di kota Yogya seperti, Tamansari, Plengkung Gading, Pojok Benteng, Taman
Budaya Yogyakarta, Xt Square, Jembatan Babarsari, Prambanan, dan banyak tempat
yang memang cukup menantang. “Semua tempat menurut kami oke, karena seorang
praktisi parkour harus bisa memaksimalkan tempat latihan nya, walaupun cuman
sekedar lahan kosong,” aku Sentra yang sehari-harinya sibuk berwirausaha ini.
Namun tempat yang paling menarik untuk berlatih parkour bagi
komunitas ini yaitu Kampus UII Jalan
Kaliurang, karena menurut mereka arsitektur bangunannya sangat lengkap, dan
bisa digunakan untuk berlatih gerakan dasar parkour hingga yang advanced.
Sentra juga berpendapat bahwa menurut praktisi parkour, kegiatan
ini bukanlah termasuk olahraga ekstrim. Karena parkour mengajarkan
kedisiplinan, kesederhanaan, serta pengembangan fisik, pribadi, dan mental
seseorang. Sedangkan untuk menghindari kejadian-kejadian yang fatal, mereka
memang harus berlatih yang disiplin dan berulang-ulang, serta sederhana. “Jadi
seorang praktisi parkour tidak boleh memaksakan sebuah gerakan yang tubuhnya
belum kuat, biasanya kalau dipaksain pasti cedera,” katanya lalu tertawa.
Diakuinya, hanya kecintaan lah yang membuat JUMPalitan akan terus
eksis di dunia parkour. Menurut Sentra, jika sudah menyukai sesuatu, pasti kita
akan mempertahankannya, seperti orang yang kecanduan akan pekerjaan yang sangat
disenanginya. “Parkour membuat kami lebih kuat, sehat, lincah, semangat, dan
punya keluarga baru di JUMPalitan ini,” tegasnya.
Ke depannya JUMPalitan akan terus berlatih, dan mengajak
masyarakat untuk mengambil bagian parkour tersebut. Bagi mereka parkour bukan
sekedar olahraga lompat melompat, tapi merupakan sebuah wadah untuk mengenal
sejauh mana kemapuan tubuh dan pikiran manuasia dalam berkembang. (*)
FOTO: Fan Page JUMPalitan
No comments:
Post a Comment