wawancara saya dengan Otong*
****
Otong Thepain |
Keberadaan hiphop di Yogyakarta
memiliki sejarahnya sendiri. Sebelumnya, scene di dominasi oleh musik alternative seperti Bekicot dan lainnya. Sebelum music rap eksis, para musisi banyak berkumpul di Geronimo Fm, kawasan Gayam. Mereka bereksperimentasi di sana,
salah satunya Jikustik.
Sejak 1990-an ada beberapa grup yang fenomenal, dan G-Tribe sebagai pionir. Pada era itu ada kompilasi bertajuk Pesta Rap, di kompilasi itu ada dua grup dari Yogyakarta, G-Tribe dan DJ Vanda. G-Tribe sudah memainkan music rap berbahasa Jawa, lagu yang terkenal saat itu adalah, “Jelangkung”, dan “Mubeng Beteng”. Temanya diangkat dari keseharian masyarakat Jawa. Setelah bubar, Iqbal salah satu personilnya membentuk Calludra di akhir 1999.
Film Dokumenter Hiphopdiningrat bercerita tentang kultur hip hop di Yogyakarta |
Mereka membuat kompilasi bertajuk
perang rap. Calludra pecah, Iqbal melanjutkan bekerja di Bali, yang tersisa kemudian membentuk grup bernama Rotra. Saat itu
banyak bermunculan rapper, Tapi di tahun 1994-1995, music hip hop sempat
hilang, karena mungkin momennya tidak pas, bak jamur di musim hujan (bener2 menghilang
untuk jangka waktu yang cukup lama).
Muncul lagi sekitar tahun 2000an, diinisiatori oleh Jahanam. Awalnya hanya dua personil, aku dan Mamok dari dua band berbeda yang tidak beraliran hip hop. Di rumahku, kami bikin grup hip hop, Mamok ini hip hop banget. Karena keterbatasan sarana, kami meminta bantuan dari beberapa teman untuk membuat musiknya, Heldy dan Balance.
M2MX & Jah Balance |
Awal kemunculannya, Jahanam banyak direspon dan kemudian mulai berkembang beberapa grup hip hop. Di antaranya
Rotra yang bangkit setelah lama menghilang, Beludru Squad, Daft Man dan beberapa grup hip hop dan beberapa rapper. Mereka
membawakan lagu sendiri yang berbahasa Jawa. Gigs-nya biasa di adakan di Kampus-kampus seperti Atma Jaya,
UPN Veteran, UGM, dan Sanata Dharma.
Pergerakan hip hop tidak selalu dari kampus ke kampus, mereka banyak mengadakan event acara di Kafe, saat itu ada Kafe Mode, di daerah Jalan Solo. Di sana ada band yang mencari massa dan mendekati Jahanam, karena mereka di anggap kurang menarik. Konser dibuat di jalanan seperti di Wijilan 2005. Ada yang menganggap hip hop adalah musik di Industri, meski menurut roots nya, hip hop berasal dari jalanan. Saat itu, kegiatan seperti Grafiti mulai berkembang.
Puncaknya adalah ketika Marzuki (Kill the Dj) mendirikan Jogja Hip Hop Foundation. Dia berada di waktu yang pas ketika hip hop sudah berkembang. Ia mendirikan wadah untuk hip hop berkraesi. Seperti manajemen yang baik sebuah band.
Marzuki aka Kill the Dj |
DJ Holza |
DPMB feat Rotra |
Alat-alat yang digunakan adalah
mikrofon, dan alat DJ seperti turntable, Marzuki dan banyak temen-temen yang
berprofesi sebagai DJ di kafe-kafe gak punya modal material, hanya modal bisa ngerap, Jahanam sendiri pertama manggung menggunakan handphone yang di tancapkan ke amplifier. Jadi
rapper tinggal berkaraoke.
Untuk turntable sendiri harga
berkisar 15-20 juta. Kami dapat fasilitas dari teman- teman yang punya
alat. Saat itu yang punya alat hanya 5 orang, namun yang beraksi ada 20 grup. Alatnya ya pindah-pindah tangan. Ada juga yang sebagian menggunakan software musik di komputer, dan manggung hanya pakai
minus one mp3.
JHF di New York City |
Jahanam kini formasi Mamok dan
Balance. Bersama Jogja Hip Hop Foundation, mereka telah mengunjungi Singapura, NYC, dan tampil di sana.
*Otong adalah seorang Disainer Grafis, dan Penata
lampu untuk Audio Visual. Pria yang tinggal dan bekerja di Yogyakarta ini pernah membentuk Disdain (1994-1999), Jahanam (2000-2004), dan Teknoshit (2004-
2006). Sekarang main musik eksperimental bunyi-bunyian seperti ini---> KLIK
No comments:
Post a Comment