Musik adalah bahasa universal yang bisa dinikmati oleh semua orang, dari yang muda hingga yang tua. bahkan menjadi media dalam menjalin tali silaturrahim antar individu, kelompok dan masyarakat.
Tradisi Cina mengatakan bahwa musik adalah nenek moyang pengobatan. Tujuan utama musik dalam Tiongkok kuno adalah untuk menyembuhkan orang-orang dari penyakit. Di sisi yang lain ada juga yang menjadikan musik sebagai alat politik. Tapi buat saya bermain musik adalah media untuk memuaskan hawa nafsu, baik itu nafsu amarah maupun nafsu birahi. Saya tidak pernah bermimpi punya cita-cita menjadi pemusik apalagi menjadi seleberiti dadakan seperti yang bermunculan setiap pagi di stasiun tv.
Disela-sela workshop akumassa di berbagai kota, ritual menyewa studio rental untuk sekedar relaksasi ditengah-tengah jadwal yang padat memang sangat menyenangkan. Ritual ini dilakukan malam hari, bahkan tengah malam. Sewaktu di Padangpanjang, saya dan partisipan workshop disana rela berjalan sekitar dua kilometer lebih ditengah malam melewati persawahan, sungai dan hutan bambu untuk menuju studio musik sewaan.
Ketika workshop akumassa di Randublatung, kami pun melakukannya. Kota ini mungkin kurang diperhitungkan dalam kancah industri musik nasional, namun beberapa grup musik dari sini juga cukup dilirik oleh komunitas underground, khususnya komunitas punk. Para partisipan disini mayoritas menggemari musik ‘cepat’ seperti yang diusung oleh Marjinal, Bunga Hitam, Keparat dari scene lokal dan The Exploited, The Sex Pistols, Rancid dari mancanegara.
Punk di Randublatung, Blora |
Di Randublatung saat ini hanya ada dua studio rental yaitu Pink Studio dan Illusion Studio. Sebelumnya ada empat, namun akibat perekonomian yang sangat lemah, yang dua lainnya terpaksa gulung tikar. Studio pertama yang beroperasi di Randublatung bernama Mahabharata, kemudian Studio Illusion yang terletak di Desa Pilang, sebelah timur Pasar Randublatung. Yang ketiga adalah Studio Revolt yang kini telah bangkrut bersamaan dengan Studio Mahabharata.
Pink Studio |
Karena kesamaan selera, tembang-tembang lawas milik The Ramones pun dengan fasih kami mainkan. Single milik The Stone Roses juga sempat kami bawakan, namun band indie pop asal Manchester yang populer di akhir tahun 80’an ini kurang digemari disini. Kebetulan chord-nya mudah, dengan sekejap Yoga (gitar) dan Didien (drum) yang merupakan musisi asli Randublatung ini dengan mudah mencerna nada yang dikeluarkan oleh betotan bass saya, sedangkan Gelar seorang partisipan lain dari Jakarta asyik bergaya seperti Ian Brown...... dan malam itu adalah Rock Tiga Jurus... 1,2,3,4 Let's Go!
No comments:
Post a Comment