SELAIN dikenal dengan karya komiknya,
Bron Zelani ialah seniman dan musisi bawah tanah. Pada 2015 lalu di perhelatan Jakarta
Biennale, ia merepresentasikan asimilasi kultur Rockabilly/ Psychobilly yang berbau
Punk Rock dan balutan Brit-Pop di Indonesia melalui medium komik sepanjang 12 meter.
Tahun ini ia bakal kembali merilis karya komik terbaru. Kali ini komiknya mencoba menilik lebih jauh tentang peradaban Indonesia, yakni Wayang. Meski wayang merupakan budaya serapan dari peradaban Hindustan, namun tak bisa dipungkiri bahwa tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) ialah tokoh asli dari Indonesia.
Memang sebelumnya sudah banyak seniman dan komikus yang mengolah tokoh punakawan ini. Satu di antaranya ialah idolanya sendiri yakni Tatang.S.
Tahun ini ia bakal kembali merilis karya komik terbaru. Kali ini komiknya mencoba menilik lebih jauh tentang peradaban Indonesia, yakni Wayang. Meski wayang merupakan budaya serapan dari peradaban Hindustan, namun tak bisa dipungkiri bahwa tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) ialah tokoh asli dari Indonesia.
Memang sebelumnya sudah banyak seniman dan komikus yang mengolah tokoh punakawan ini. Satu di antaranya ialah idolanya sendiri yakni Tatang.S.
Meski begitu pria yang akrab disapa
Ze ini tetap ingin membuat serial lewat karakter tokoh punakawan ini. Ia
berharap agar tokoh-tokoh tersebut selalu lestari, bahkan hingga generasi
selanjutnya.
Ze merasa tokoh-tokoh punakawan ini cocok untuk mewakili karakter komik yang ia usung. Judul ‘Punyakawan’ yang ia pilih pun bukan tanpa alasan. Jebolan Institut Kesenian Jakarta jurusan desain grafis ini memang suka berteman. Baginya banyak teman banyak wawasan, tak heran jika ia pernah berpindah-pindah tempat tinggal, di antaranya Yogyakarta dan Bali. Selain itu pada era ia dibesarkan, yakni sebelum ada internet, semua obrolan berasal dari tongkrongan. “Aku sangat menghargai pertemanan. Aku bisa main gitar dan dapat pengetahuan musik juga dari obrolan antar pertemanan,” ujarnya.
Ze merasa tokoh-tokoh punakawan ini cocok untuk mewakili karakter komik yang ia usung. Judul ‘Punyakawan’ yang ia pilih pun bukan tanpa alasan. Jebolan Institut Kesenian Jakarta jurusan desain grafis ini memang suka berteman. Baginya banyak teman banyak wawasan, tak heran jika ia pernah berpindah-pindah tempat tinggal, di antaranya Yogyakarta dan Bali. Selain itu pada era ia dibesarkan, yakni sebelum ada internet, semua obrolan berasal dari tongkrongan. “Aku sangat menghargai pertemanan. Aku bisa main gitar dan dapat pengetahuan musik juga dari obrolan antar pertemanan,” ujarnya.
Komik Cetak Ramah Lingkungan
Sewaktu berdomisili di Bali, Ze
terlibat pergerakan peduli lingkungan bertajuk ‘Eco Defender’ yang
dikampanyekan Rumble bersama Walhi Bali. Kampanye tersebut ternyata membawa
tekanan tersendiri buat Ze pribadi. Sebagai bekas mahasiswa yang pernah
mengemban disiplin ilmu seni grafis dengan kegiatan cetak-mencetak, Ze mengaku
memiliki tanggung jawab moril yang tidak bisa dianggap remeh dalam pemilihan
material untuk produksi. “Mulailah aku berfikir, bagaimana kampanye tersebut beriring
dengan riset dan konten yang matang, terutama untuk serial komik dengan
material yang ramah lingkungan,” jelas bapak satu anak ini.
Bron Zelani telah mencetak lebih 1000
eksemplar untuk konten komik perdananya. Setelah mendapat beberapa halangan selama
perjalanan karirnya, Ze tiba-tiba berpikir bahwa tinta cetak offset mengandung banyak
limbah kimia. “Aku harus cari material yang lebih ramah lagi, yang bisa
"Say Hi, dan Hello" ke semua orang,” tuturnya.
Secara teknis Ze tetep ngotot untuk
membuat manual, ia menggunakan pena dan tinta untuk gambar komik, dan untuk
teks juga ia tulis tangan sendiri. Suatu ketika seorang temannya yang
bekerja di percetakan datang ke rumah Bron Zelani. Dari temannya itu ia
mendapat informasi tentang teknik cetak yang ramah lingkungan. Sewaktu kuliah
ia pernah mendengar informasi yang sama, namun saat itu jasa penyedia wahananya
belum tersedia di Indonesia. Kemudian Ze berkenalan dengan sebuah penerbit bernama
Binatang Press, yang baru saja menggelar pameran bertajuk ‘Jangan Kenalan,
Tidak Sembarang Keluar Kandang’. Pameran tersebut sekaligus peluncuran format
cetak ramah lingkungan yang disebut dengan ‘risography’, yakni tinta berbahan
dasar kacang kedelai (soy-based).
Kerjasama dengan xRMBLx
Untuk distribusi ia masih yakin dengan kemasan fisik. Abrams Gobrams teman juga eks-mahasiswa Seni Grafis ISI Yogyakarta yang sempat tinggal bersamanya di Bali juga turut membantu sebagai peninta di episode awal, mereka juga terlibat membuat dummy komik. Distribusi komik ini akan dilakukan melalui kerjasama Binatang Press dan Rumble. Setelah melakukan presentasi ke Adi
Hydrant (Rumble) dan pihak Binatang Press, keduanya antusias untuk ikut
merealisasikan komik Punyakawan. “ini adalah hadiah dari akrobat beberapa tahun.
Rencananya launching akan digelar secara estafet di beberapa kota termasuk
Jogja, Bali, dan Ibukota.
Kerjasama Ze dengan Rumble bermula pada
akhir 2013 lalu, saat itu ia berdomisili di Bali dan sedang mengantar temannya
yang sedang berlibur ke pantai Double Six, sekedar menikmati sunset. Di pantai
tersebut ia bertemu Jerinx (Superman Is Dead), setelah berbincang-bincang dan
mengatakan ingin merilis komik, ternyata Rumble ingin membantu dalam proses
produksi.
Ia memutuskan bekerjasama dengan
label Rumble (biasa diketik xRMBLx), karena giat sejalan mempropagandakan
bersikap (attitude) dari musik Punk dan Rockabilly. Selain itu Jerinx dan Adi
(The Hydrant) dari pihak Rumble ialah tokoh musisi yang memahami genre Punk
Rock yang disegani baik di Indonesia, maupun skala Internasional.
Pertemuan mereka berlanjut di Art
Cafe Seminyak ketika komik Ze yang berjudul berjudul ‘Wawancara Dengan Mister
Kosasih’ diluncurkan. Komik tersebut juga pernah diluncurkan di Yogyakarta,
tepatnya di De Kongkow Food & Coffee. “Aku bersikeras dengan kesadaran untuk
bikin konsep ulang komik yang akan dirilis bersama Rumble, karena benang merah
asimilasi juga blending soul antara
musik, cara bersikap, gaya Rockabilly dan Psychobilly, juga ciri khas Indonesia
haruslah dituangkan dalam botol konten komik ini,” ujar Ze.
Ze pun mulai melakukan riset, ia
kemudian memilih menetap di Yogyakarta selama enam bulan. Ia menetap di
Wirosatan Residence 102, yang merupakan studio milik Ahmad Oka, seorang illustrator,
Art Performer, dan vokalis grup black metal karaoke ‘Cangkang Serigala’. Sejak
saat itu Ze berpindah-pindah kota; Bali, Jogja, Jakarta, dan Bandung. Di Jogja
ia juga dibantu oleh 'Athonk' Sapto Rahardjo sebagai pendahulu medium komik
underground, “dia turut membimbing kemana arah ranah komik ini nantinya
berkembang,” katanya.
Komik Lokal di Mata Ze
SAAT ini dunia komik lokal sedang
diramaikan oleh distribusi lewat media sosial. Banyak komikus yang nyaman
berkarya secara online di dunia maya, terutama facebook dan instagram. Begitupun
aplikasi chat seperti Line yang menyediakan wadah untuk komikus bernama Webtoon.
Setidaknya dalam kurun dua tahun terakhir ini komik cetak, baik yang diproduksi
secara besar, maupun swadaya (bawah tanah), sudah jarang terlihat terbitan dari
generasi barunya.
Menurut Ze, semua creator didalam
subjek ini adalah komikus, baik yang memiliki selera mainstream ataupun
underground memang punya jurus masing-masing menghadapi pasar yang beragam. “Ketika
awal nyangkut di Jakarta lagi, temenku Reza (Komikazer) mengatakan kalo dia akan
terus fokus di medium komik digital. Dia pun sukses mengaplikasikan niatnya,”
kata Ze.
Namun Ze mengaku masih masih ngotot
dengan rilisan fisik. Hal tersebut dikarenakan rasa rindunya pada fungsi indra
peraba dan pembau yang tak dapat ditemui didalam rutinitas gadget. “aku suka
bebas bawa kertas ataupun buku bacaan kemana-mana tanpa harus bergantung dengan
energi listrik ataupun bandwidth,” katanya. (*)
Temukan Ze di google : bronzengobrain
Baca juga :
No comments:
Post a Comment