Mahasiswa
disebut-sebut sebagai generasi penerus dan masa depan bangsa. Lebih dari itu,
sebenarnya anak muda adalah generasi pencetus. Generasi pencetus yang
menelurkan perjuangan baru sekaligus meneruskan perjuangan lama yang belum
tuntas. Untuk menjadi penerus perjuangan tersebut
diperlukan kekritisan. Kritis untuk mengkritisi kebenaran suatu hal, juga kritis
mengaji dan mendalami sebuah permasalahan. Selanjutnya, kritis menanggapi hasil
kajian untuk diwujudkan dalam tindakan
nyata.
Namun
kecenderungan yang ada saat ini, wacana kritis adalah sesuatu yang banyak
dihindari anak muda karena dianggap membosankan, tidak menyenangkan, dan tidak
penting. Kuat dugaan
penghindaran ini terjadi karena anak muda hanya bertemu dengan wacana kritis ketika mereka mengonsumsi media massa
yang konvensional. Media yang
selama ini hanya berisikan sisi gelap kekrtitisan tanpa menumbuhkan harapan,
hanya mengutuk kegelapan tanpa menyalakan pelita.
Singkatnya, “anak
muda telah terhegemoni !”
Pada Minggu, (25/10) bertempat di Auditorium Driyarkara Kampus II, Universitas Sanata Dharma Mrican. Kementerian
Pemberdayaan Sumber Daya Mahasiswa, BEM USD menggelar diskusi bertajuk
ARTIVISME. Yang menjadi narasumber pada diskusi tersebut ialah I Gede Ari Astina alias JRX (drummer Superman Is Dead) dan Andrew Lumban Gaol (Anti Tank Project),
dengan saya sendiri (Kiki Pea) sebagai moderator.
Dalam menjalani
aktivismenya, terutama terkait gerakan #BaliTolakReklamasi JRX kerap
mendapatkan ancaman, seperti didatangi orang-orang berbadan kekar, mendapat teror,
hal-hal yang tidak wajar, dan beredarnya selebaran yang berisi kabar miring
yang sifatnya menjatuhkan. Begitu juga yang dialami Anti Tank Project ketika
beraksi lewat karya street art nya yang seringkali mengritisi borjuasi,
feodalisme, dan para pemangku kebijakan.
Aktivisme JRX bersama ForBali bisa disimak di sini >> http://www.forbali.org/id/
Tentang Anti Tank Project >> panjang umur pembangkangan
Setelah menjelaskan
banyak hal tentang aktivisme yang dilakukan JRX pada kampanye Bali Tolak
Reklamasi, dan Anti Tank yang kampanye sosial, politik, dan kemanusiaan lewat
karya street art nya, pada audiens pun melontarkan banyak perntanyaan. Di
antaranya pertanyaan mengapa JRX memperjuangkan ekologi ? Pada kesempatan
tersebut JRX menjawabnya dengan tegas bahwa karena pada akhirnya, manusia
membutuhkan alam. “Sekaya apapun orang, ia akan membutuhkan makanan dari alam.
Pada akhirnya orang kaya juga tidak akan bertahan hidup dengan makan uang!”.
Pada satu kesempatan,
seorang aktivis warga di Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang datang pada acara
tersebut menjabarkan apa yang terjadi di wilayahnya. Ia meminta agar kasus asap
yang melanda Palangkaraya diangkat ke publik. Di sana diperlukan jaringan antar
kota agar berita dapat sampai di masyarakat kota lain hingga nasional, “karena
memang kami (orang Palangkaraya) belum bisa berdiri sendiri seperti misalnya Jogja
dan Bali yang memiliki jaringan yang kuat,” ujar pria bernama Yoan Vallone
tersebut.
Ia menanyakan bagaimana
cara membuat ‘suara’ orang Kalimantan, yang kasusnya juga parah namun masih
kurang nyaring terdengar sampai nasional, seperti misalnya Bali Tolak Reklamasi
yang kini banyak orang yang tahu, karena ada JRX yang mendukung dan ikut
pengkampanyekan isu tersebut. JRX memberi saran bahwa satu di antaranya dengan
menghubungi artis yang berasal dari Kalimantan Tengah, dan meminta artis
tersebut untuk bersuara. Namun, sayangnya artis yang dimaksud si penanya,
ternyata juga seorang yang terlibat dengan pengusaha sawit. JRX sendiri secara
pribadi mengaku mendukung, dan akan ikut mengampanyekan masalah di Kalimantan.
Pertanyaan lain ialah
tentang perbedaan vandalisme dan mural yang dilakukan oleh Anti Tank. Pada
kesempatan ini Andrew menjawab bahwa pada dasarnya vandalisme muncul ketika ada
yang namanya ‘kepemilikan’ bangunan oleh seseorang, dan ia melarang orang lain
untuk ‘mengganggu’ bangunannya. Namun untuk bangunan yang tak berpemilik,
semisal kolong jembatan layang, Andrew lebih mendukung orang-orang yang
melakukan vandalisme daripada ruang tersebut diisi oleh iklan.
Diskusi yang digelar
lebih dua jam dan dihadiri peserta sebanyak 600 orang tersebut berjalan dengan
hangat, ada beberapa peserta yang mengungkapkan pendapatnya soal acara ini.
Mereka berpendapat bahwa acara seperti ini menambah pengetahuan, karena itu
sebaiknya juga digelar workshop-nya. “Artivisme iki membuka mata saya akan
mawutnya negeri ini!” tegas seorang yang hadir.
Suara lain mengatakan:
“ini adalah acara break-through di Sanata Dharma, karena berani mendatangkan
‘orang kotor’ untuk menjadi pembicara”.
Akhirnya seni memang merupakan media yang bisa digunakan untuk menggugah kekritisan anak muda sebagai penerus
maupun pencetus. Seni juga adalah produk budaya bisa menjadi upaya memanusiakan manusia. Lewat diskusi ini anak muda selayaknya difasilitasi untuk bertemu dengan seni yang kritis untuk menggugah
kekritisan. Pertemuan ini diharapkan akan mengubah perspektif
kekritisan, menyebarkan bibit
kekritisan, dan yang utama agar kebaikan selalu diteruskan dan dicetuskan dalam
tindakan nyata untuk semakin memanusiakan manusia.
Akhir
kata, Punk Rock memang bukan tentang begini, dan begitu, tapi racunnya bisa
masuk lewat musik, seni jalanan, sastra, jurnalisme, dan lainnya. (*)
Panjang
Umur Pembangkangan !!
sebagian foto dijepret oleh Romo P. Mutiara Andalas, SJ.
No comments:
Post a Comment