Glorypoint, sebuah band terbentuk akhir 2005 lalu meluncurkan
Album pertama mereka. Pada launching
album ‘Better Days Better Life’ band yang
digawangi Gustaf Malindri (vocal/bass), Naris Oi (guitar),
Been Rock (gitar), dan Mamed (drums) ini menyuguhkan 10 lagu dengan komposisi dan corak yang berbeda
beda. Album ini yang proses pengerjaannya memakan waktu hingga lima tahun ini,
proses berkaryanya berdasarkan analisa sederhana mengenai apa yang terjadi
disekitar mereka. Di album ini cukup kental nuansa Street Rock Oi Punk yang
muncul dibeberapa lagu, seperti, ‘Bebas Bekerja’, ‘Madame Democrazy’, ‘I Want A
Better LDR’, dan ‘Sekolah Mahal’.
Lagu ‘Bebas Bekerja’ memang sengaja
diciptakan untuk merespon kondisi para pekerja dan buruh di Indonesia. Isu-isu
tentang upah yang kecil, dan penghidupan yang layak bagi kaum pekerja memang
menjadi sedikit pengalaman dari para personel Glorypoint. Lirik yang mereka
teriakkan merupakan senjata dan suara kelas pekerja. Kalimat “Buruh bersatu,
tak bisa dikalahkan’ yang merupakan slogan kaum buruh dunia juga mereka
teriakkan pada awal lagu ‘Bebas Bekerja’. Sedangkan lagu berjudul ‘Madame
Democrazy’ merupakan prosa dan kiasan akan Demokrasi di dunia.
Lirik Glorypoint lainnya yang sengaja
mengkritik sistem politik dan sosial, adalah ‘DLH Busuk’. Lagu ini bercerita
mengenai kondisi memprihatinkan di kawasan Muntilan pada satu waktu, dimana
urusan sampah menyampah menjadi isu yang hangat. Gustaf menjelaskan bahwa saat
itu, para pegawai DLH (Dinas Lingkungan Hidup) mogok bekerja karena sistem yang
menekan upah para pekerja, sedangkan pegawai resmi dari pemerintah tidak
merespon tuntutan dan menyebabkan korban dari masyarakat yang tidak tahu apa-apa,
sampah menggunung dan pekerja harian lepas juga menolak bekerja.
“Harapan kami, lagu adalah senjata
dalam merespon suatu masalah, agar terjadi provokasi putih yang membangun
kesadaran berkehidupan yang layak dan lugas,” tegasnya.
Lagu lainnya, ‘Sekolah Mahal’ berupaya
membangun kesadaran para pelajar dan mahasiswa dalam menyikapi kondisi biaya
bersekolah yang cukup. Lagu ini juga diadaptasi dari pengalaman pribadi para
personel, dan teman-teman Glorypoint, “Sekolah kok mahal? kami sadar bahwa kami
sekolah untuk menuntut ilmu, bukan membayar proyek pembangunan sekolah,”
ungkapnya.
Selain lagu yang meneriakkan fenomena
sosial, di album ini juga ada lagu-lagu yang membangkitkan motivasi untuk
berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Coba dengar lagu ‘Jatidiriku’, ‘Glorypoint’,
dan ‘The Yellow Side Of Us’. Ketiga lagu tersebut mendorong pendengarnya untuk
bisa lebih baik setiap harinya. Pada dasarnya, ujar Gustaf, setiap orang
mempunyai sisi lemah dalam hidupnya, banyak hal negatif yang kemudian dapat
menjadi bumerang dalam menjalani hidup. “Padahal, pada diri tiap manusia
terdapat kekuatan yang bisa membantu proses keberhasilan diri kita,” tambahnya.
Glorypoint berdiri pada akhir 2005 oleh
sekelompok mahasiswa di kampus yang sama. Mulanya band ini bernama Sendja
Kelabu, namun pada pertengahan 2006 dengan alasan hoki dan “logo verbalis”
membuat mereka merubah nama. Glorypoint mempunyai visi bahwa kehidupan
mempunyai satu titik kemenangan dan kejayaan, “kami percaya bahwa roda
kehidupan dan semua instrumen alam saling berkaitan dan mendukung, apabila kita
konsisten dalam mengolahnya,” ujar Gustaf.
Kecanduan pada musik Oi’ dan punk
yang berjaya di era 60an hingga 80’-an ini merupakan satu di antara banyak faktor
pendukung terbentuknya band ini. Band-band legendaris seperti, Ramones, The
Bussines, Cock Sparrer, The Addicts, Oxymoron, hingga H2O mempengaruhi pola aransemen
musik yang mereka mainkan, selain itu pengaruh band lokal juga turut berperan
membentuk band ini. Sebut saja UFO, dan Begundal Lowokwaru yang turut
bertanggung jawab dalam memberikan warna musik pada Glorypoint.
“Secara umum, dan konten sehari-hari,
Glorypoint mengacu pada eksplorasi karakter musik Oi, punk, dan street rock,”
ucap Gustaf
.
BACA JUGA:
No comments:
Post a Comment