SEPANJANG sejarahnya Yogyakarta merupakan kota yang terbiasa
dengan budaya bersepeda. Bahkan banyak media massa yang menyebut dan menjuluki
bahwa Yogyakarta adalah ‘Kota Sepeda’. Semangat ini terus bergulir dimana berbagai
komunitas sepeda tumbuh berjamuran.
Pada periode pemerintahan yang lalu, Walikota Yogyakarta
mencanangkan program yang membudayakan penggunaan sepeda untuk sekolah dan
bekerja. Slogan ‘Sego Segawe’ kemudian populer dan semangatnya seolah menjadi api
untuk menyulut masyarakat Yogya di berbagai lapisan untuk kembali bersepeda.
Setelah periode berganti, tiba-tiba semangat ini seolah
dikebiri dengan keluarnya keputusan Walikota saat ini yang mengeluarkan Surat Edaran
dengan nomor 645/57/SE/2012. Di surat itu juga dicantumkan lima poin yang mengatur
tentang parkir di komplek Balaikota Yogyakarta. Keputusan ini seolah ingin
meniadakan Car Free Day yang biasanya setiap Jumat digelar di depan Balaikota.
Tak heran jika beragam komunitas pecinta sepeda bereaksi menanggapi keputusan ini. Slogan "ORA MASALAH HAR! kemudian berkumandang lewat berbagai media kreatif. Poster, mural, dan grafiti bertebaran di berbagai sudut kota. Tidak hanya itu, di jejaring sosial media seperti, Facebook, Twitter, Blackberry, dan lainnya artwork yang bergambar kepalan tangan ini bertebaran.
Tak heran jika beragam komunitas pecinta sepeda bereaksi menanggapi keputusan ini. Slogan "ORA MASALAH HAR! kemudian berkumandang lewat berbagai media kreatif. Poster, mural, dan grafiti bertebaran di berbagai sudut kota. Tidak hanya itu, di jejaring sosial media seperti, Facebook, Twitter, Blackberry, dan lainnya artwork yang bergambar kepalan tangan ini bertebaran.
Di wilayah kreatif lain, ada sekelompok pemuda yang aktif
bersepeda, mereka berkomunitas, bermain band, dan berkreasi di ranah seni
visual, dan audio visual. Adalah Radical Road Riders yang kemudian menanggapi
fenomena ini dengan membuat video parodi ‘Gangnam Style’ yang diplesetkan
menjadi ‘ORA MASALAH HAR’ yang diunggah di YouTube, dan masih menjadi
perbincangan yang hangat kalangan anak muda Yogyakarta.
CEK VIDEONYA ----> ORA MASALAH HAR
Video yang terinspirasi dari rapper asal Korea Park Jae Sang
(PSY) yang kini tengah populer tersebut memang ditujukan untuk mengkritisi
kebijakan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti.
Ketika tulisan ini diunggah hingga Minggu (14/10), video yang
diunggah sejak 5 Oktober 2012 ini dilihat lebih 25 ribu viewers di YouTube.
Pada anak-anak muda yang bergabung dengan komunitas sepeda
Radical Road Riders (RRR) cukup berhasil dengan kritikannya terhadap Wali Kota.
Hal ini bisa dilihat dari komentar-komentar di berbagai jejaring sosial,
termasuk di channel video mereka. Syair di video ‘ORA MASALAH HAR’ ini
seluruhnya menggunakan bahasa Jawa. Pada bait pertama mereka mengatakan
"Ngepit kuwi wis kulture nggone wong Jogja, Sego Segawe sing nduweni yo
ming wong Jogja, Kok malah arep dibubrah, diilang, dihapus, pie tho, Wali Kota
Jogja?"
Tidak lupa, beberapa adegan yang memperagakan gerakan tarian seperti
menunggang kuda Gangnam Style, mereka pun tampak menari-nari sambil memegang
stang-stang sepeda.
Jika dicermati, di negeri asalnya Gangnam Style merupakan
sebuah video kritik sosial atas kemewahan yang
ditawarkan di Gangnam (sebuah distrik di Korea,red). Gangnam adalah kawasan
yang terkenal dengan kehidupan mewah, glamour dan selera fashion yang sangat
tinggi. Lewat gaya yang kocak Gangnam Style, PSY
menyampaikan kritik sosial atas gaya hidup penduduk di distrik Gangnam.
Komedi dan seni parodi cerdas adalah yang bisa menyuarakan
aspirasinya ideologisnya yang menyusup lewat dunia seni. Di dunia hiburan,
seperti yang dikutip dari tulisan Halim HD ‘Seni, Parodi & Daya Tahan
Kultural’, yang pernah dimuat di SOLOPOS, Sabtu, 29/9/2012, Hal.IV, belasan
tahun yang lalu grup Warkop DKI (Dono Kasino Indro) pernah didatangi seorang
perwira menengah militer. Mereka pun terkaget ketika perwira tersebut
menyampaikan undangan kepada grup Warkop untuk mengisi acara penutupan rapat
kerja yang dihadiri oleh seluruh Panglima Daerah TNI AD/AL/AU se-Indonesia
beserta stafnya di Jakarta.
Undangan tersebut menginginkan grup Warkop untuk pentas
dengan gaya dan kritik jenis apa saja. Dono bertanya, kenapa mengundang grup
Warkop, dan boleh pentas semaunya? Perwira itu memberikan jawaban melalui pesan
sang Pangab: tentara butuh masukan kritikan dengan cara yang lain.
Saat itu grup Warkop dianggap bisa mewakili aspirasi
masyarakat melalui kritik dan parodi sosial yang selama ini dilakukan oleh grup
Warkop yang pada tahun 1970-an ketika masih menjadi mahasiswa UI dikenal dengan
nama Sinar Petromaks, yang lirik-liriknya penuh dengan humor-sinis,
menjungkirbalikan kata-kata, plesetan, yang sangat populer di dalam masyarakat.
Di dalam lingkungan kebudayaan kita, lanjut Halim pada
tulisannya, negeri kita memiliki jenis komedian yang brilian, yaitu Punakawan.
Komedian di dalam dunia wayang kulit (dan juga wayang golek) ini justru
melebihi kapasitas komedian dari belahan dunia lain: Punakawan bukan hanya
berani melakukan kritik dengan humor, bahkan menggugat posisi para dewa, jika
para dewa melakukan sesuatu yang dianggap melenceng dari kaidah kehidupan.
Maka seni komedi dan parodi seperti
fenomena gangnama style dan ‘ORA MASALAH HAR’ memang diperlukan pada sebuah
masyarakat yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan hak berpendapat.Sebab tanpa
komedi dan tanpa parodi, kebudayaan dan masyarakat kita akan cenderung menjadi
fasistik.
Pada wilayah yang lain, seiring perkembangan teknologi,
menurut seniman video Harwan ‘Aconk’ Panuju’, video ‘ORA MASALAH HAR’ ini
merupakan terobosan baru dari model komunikasi masyarakat untuk menyuarakan
aspirasi, “nah bentuk protes dengan konsep video kreatif ternyata sangat
efektif, ini bisa dilihat dari penonton yang semakin banyak,” ujarnya.
Pembuat video Toniblank Show ini juga mengatakan bahwa pemanfaatan media baru (internet) sebagai media penayangan sangatlah tepat. Menurut Harwan setiap orang di era sekarang sudah terkoneksikan dengan internet, “disamping itu kemudahan utk mengaksesnya semakin hari semakin mudah,” tambahnya. (*)
Pembuat video Toniblank Show ini juga mengatakan bahwa pemanfaatan media baru (internet) sebagai media penayangan sangatlah tepat. Menurut Harwan setiap orang di era sekarang sudah terkoneksikan dengan internet, “disamping itu kemudahan utk mengaksesnya semakin hari semakin mudah,” tambahnya. (*)
FYI: Tulisan ini juga dimuat di Tribun Jogja edisi Minggu (14/10/2012) |
No comments:
Post a Comment